Jauh-Jauh Sekolah di Rumah Perubahan Rhenald Kasali Kirain Diajarin Bisnis, Ealah!!!


Ketika sebuah bank non pemerintah memberikan dana CSR-nya kepada saya untuk belajar di Rumah Perubahan sayapun sangat gembira, dari yang awalnya di jejelin bahwa yang namanya pengusaha mesti bergerak dengan otak kanan, ini saya mau diajarin tentang bagaimana mengelola usaha dengan otak kiri. Karena itu di dalam benak saya, pelajaran tentang cash-flow, marketing, service breakdown, hingga metode jualan pengusaha kelas kakap akan jadi makanan saya selama 4 hari di sebuah sekolah “aneh” bikinan seorang guru besar dan profesor bernama Rhenald Kasali.

Namanya juga sekolah makanya yang ada dalam bayangan adalah gedung tinggi semi universitas yang di dalamnya ada bangku-bangku serta papan tulis (tentu saja white board) disertai dengan modul-modul tentang dunia bisnis. Kehadiran sesosok pria bertubuh gempal dan berkulit putih ini sangat berbeda dengan apa yang saya bayangkan dengan sekolah bisnis pada umumnya. Tidak seperti dosen pada umumnya, pria yang sering disapa Pak Rhenald ini justru menyalami saya duluan serta memeluk saya erat (mana ada dosen macam begini) sambil berkata “Selamat Datang di Rumah Perubahan”!.

Hari pertama pelajaran bisnis dari si guru besar inipun tiba hingga berlembar-lembar kertas sudah saya siapkan untuk membuat catatan bisnis level dewa, dan mulailah pertanyaan pertama diajukan. “Yak…siapa di ruangan ini yang punya paspor?”

Rhenald memang seorang guru yang berbeda dari para guru kebanyakan dimana kebebasan berkarya, berkreasi, dan bekerja sangat diprioritaskan, bahkan dia tidak peduli saya mengerjakan tugas dengan tiduran, tengkurep, maupun sambil mainan ikan mas. Ada satu hal yang dia tekankan dan menjadi modal besar ketika saya mengembangkan usaha fotografi saya yang bertema “Destination Wedding Photographer”, sebuah niche fotografi yang secara khusus membuka layanan pemotretan pre wedding dan wedding dimana saya lebih memprioritaskan target tujuan pemotretan di luar negeri dan untuk client yang berasal dari luar negeri. Bahwa kunci sukses seseorang untuk bisa berhasil di dalam dunia bisnis itu bukanlah sebuah ijasah dari sekolah atau universitas ternama, tapi melainkan sebuah buku kecil berwarna hijau bernama pasport. Dari buku kecil ini sudah banyak tersiar berita bahkan sampai dibuatkan buku bahwa Rhenald Kasali mewajibkan anak didiknya untuk traveling ke luar negeri TANPA MAU TAHU BAGAIMANA CARANYA!!!!, tengah semester pertama dimana para dosen lain meminta mahasiswanya mengerjakan ujian di kelas, Rhenald justru hadir untuk mengecek satu persatu apakah mahasiswanya sudah memiliki pasport atau belum, bagi yang sudah tentu saja bisa masuk ke tengah semester berikutnya untuk mata kuliah praktek langsung ke luar negeri, tapi bagi yang belum punya pasport maka nilai D, E atau bahkan digugurkan dari mata kuliah yang dibimbingnya bisa menjadi ancaman paling berat.

Dalam pelajaran siang itu Rhenald selalu bilang bahwa menjajaki dunia kerja, dunia bisnis, atau dunia paska kuliah itu yang penting adalah menemukan jati diri anda sehingga membuat anda bisa memecahkan segala macam permasalahan yang nantinya akan muncul di kantor atau di tempat anda mengembangkan usaha, dan cara satu-satunya adalah dengan membiarkan anda berkelana ke luar negeri, kesasar, kehilangan uang, merasakan ketakutan, terkena penyakit, dan menemukan hal-hal buruk lainnya yang biasanya selalu menimpa semua traveler.

Sebelum bertemu dengan menteri Susi, Rhenald selalu mengharuskan mahasiswanya kerja kelompok agar setiap 3 orang bisa menjangkau 1 negara, tapi setelah bertemu dengan menteri fenomenal tersebut Rhenald pun semakin “kejam” membuat kurikulum dengan mengharuskan “1 MAHASISWA 1 NEGARA”, kalau negara yang dikunjunginya masih bisa bahasa melayu maka nilai B atau C jadi hasil akhirnya, tapi jika negaranya sudah antah berantah (tidak berbahasa Melayu) maka nilai A sudah pasti akan dikantongi si mahasiswa tersebut. Hasil akhir dari cerita inipun saya tidak percaya ketika Rhenald memberi tahu kami bahwa ada anak petani yang sukses mendarat di London dengan berjualan paruh waktu sebagai tukang cuci piring di rumah makan Padang, hingga seorang mahasiswa lainnya yang harus kehilangan dompet beserta uangnya tapi masih bisa berkelana 10 hari dengan gembira ke Skotlandia.

Anda pikir menjadi seorang Destination Wedding Photographer itu mudah? TIDAK SAMA SEKALI! saya harus mengalami penolakan terlebih dahulu dari 1000 wedding organizer di seluruh dunia serta sikap acuh tak acuh dari 200-an client baru saya bisa mendapatkan client saya yang pertama untuk pemotretan di Maldives. Bahkan teman-teman sayapun menganggap bahwa saya gila karena meninggalkan pemotretan kawinan lokal lengkap dengan gebyok sebagai dekorasi, hingga tradisi tea pai, temon, dan lain sebagainya yang sekiranya akan memudahkan saya untuk memperoleh uang secara rutin daripada harus nungguin satu demi satu client bule yang datang ke website saya hanya untuk sekedar tanya pemotretan ke Maldives, London, Hong Kong, Santorini, dan negara lainnya yang juga belum tentu deal.

Saya pernah dengarkan ceramah dari AA Gym yang bunyinya kurang lebih demikian, “Rasulullah saja umur 12 tahun sudah berkelana ke seluruh jazirah arab, lalu kenapa anda yang masih muda hanya tinggal di 1, 2, atau bahkan 3 kota di Indonesia? tidak kah kalian tahu bahwa Allah menciptakan bumi dan seisinya itu untuk anda nikmati keindahannya? sudah saatnya anda mencontoh beliau lebih dari sekedar ilmu agama yang dia ajarkan, tapi contoh juga bagaimana cara beliau berbisnis di masa muda!”

Saya pikir apa yang dikatakan oleh Rhenald Kasali dan AA Gym mempunyai benang merah yang sama, bahwa dunia itu luas dan kita mesti belajar dengan lebih baik lagi, membuka pikiran dan hati kita, dan melakukan sebuah proses pembelajaran yang terlepas dari bangku sekolah formal agar pikiran kita jadi lebih bebas untuk menentukan apa yang nantinya akan kita pilih di masa depan. Lupakan ijasah, lupakan predikat cum-laude anda, lupakan semua penghargaan yang anda pernah peroleh karena sesungguhnya dunia kerja dan dunia bisnis yang nyata itu jauh lebih kompleks untuk anda hadapi dengan ilmu-ilmu penuh teori yang anda dapatkan dibangku sekolah formal.

Teruslah berkelana dan temukan jati diri anda!

Bima

Professional wedding photographer and blogger since 2010 who put a concern to write a story about photography, traveling, culinary, and hospitality services

2 thoughts on “Jauh-Jauh Sekolah di Rumah Perubahan Rhenald Kasali Kirain Diajarin Bisnis, Ealah!!!

  • August 16, 2016 at 6:36 am
    Permalink

    mas, boleh diajarin gak caranya biar saya bisa ikut belajar ke rumah perubahan?

    Reply
    • August 16, 2016 at 10:13 am
      Permalink

      langsung telpon aja mas bisa cari nomernya di google, nanti minta paket pelatihan mas…biasanya ada yg personal ada yg grup

      Reply

Leave a Reply to Boma Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *